Jumat, 30 Januari 2015

Bintang Malam Ini

Malam ini tak seperti biasanya, langit berbaik hati pada bumi tampakkan pesonanya. Bintang dengan cerianya tersenyum, berbaris bentukkan rasi. Tanpa ditemani awan, bintang kuasai gelap, rembulan menyaksikan dari jauh.   Disini, disatu sisi paling nyaman ditanah ini dengan beralaskan bangku kayu bercat senada dengan warna khas kayu disamping pohon rindang, ku letakkan bagian belakang tubuh ini dengan santainya, tanpa beban hanya sebotol minuman dan tas dengan isinya yang sudah seperti nyawa dalam raga ini. Ku lihat sekeliling, para jiwa sibuk melangkah semaunya terlihat tak terarah, dengan tangan menggenggam jemari kasih, seolah takut kehilangan padahal hatinya tak terfokus.   Hela nafas dalam sela kebisingan, buat lihatku keatas. Maha dahsyat malam ini, langit gelap sedang berpesta, munculkan cahaya abadi tak berbayar, tanpa penggangu hanya aku, langit dan sang bintang.
Mataku menerka satukan bintang bintang jadi bentuk semauku. Entahlah ini khayal atau pandangku mulai kabur, bintang bentukkan wajahmu. Terbelalak lama menatap, khayalku menjemput hari lalu. Tawa, tangis, amarah, kecewa, menyatu terbang menuju bentukkanmu. Tak tersadar, tetesan air keluar dari mata ini lewati pipi tanpa permisi, perlahan tapi pasti. Kenangmu masih memelukku. Semakin cepat lewati pipi tanpa sadar jemari ini sudah sibuk mengusapnya. Dalam pandangan bentukmu, satu bintang dengan kejutnya bersinar terang kalahkan lainnya seolah dia juara, buatku tersadar. Dengan segera ku hentikan tetesan ini. Ku masih liat panggung bintang itu. Tersirat tanya, lihatkah kau malam ini? Apa kau bentuk rasimu jua? Apakah kita masih disatu langit yang sama? Berjalan, berlari, menangis, tertawa berharap, berteduh pada kolong langit yang sama, menuju satu titik kasih dibawah tangan-Nya ? Masih kah? Tolong katakan iya !
Ku lihat sekeliling, alih kan pandangku, para jiwa itu masih sibuk dengan geraknya, ucap sayanglah, kecup nafsulah, terfokus layar genggamanlah, tak juga buatku hentikan berfikir tentangmu. Lalu lalang suara bising pun seolah jadi alunan memperkuat tentangmu. Seolah suruhmu, pandangku kembali menatap langit gelap dengan taburan bintang yang tadinya aku senangi kini aku tangisi. Dibintang terang itu, kau seolah ajakku kembali pada masa itu, masa dimana semua ku pikir baik-baik saja.   Kau genggam erat jemari ini seakan aku kan berlari tanpamu. Kau bisikkan sajak cintamu buatku percaya. Tatapmu dalam memeluk hati ini lewat pandangku, kuatkan ku bahwa kau nyata. Hari seakan iri, menit loncati angka dalam bulan dengan terburu buru. Lalui, lalui, dan lalui. Silih berganti suasana ini, tapi tetap kasih yang juara. Hingga semua terkuak, tak sanggup lagi terbendung, luapan amarah bak raja usir kasih. Katapun tak berdaya. Tanganku dengan sigap pelukmu dengan hati, tapi rontaan yang kau beri seolah ku asing. Tetesan ini kita keluarkan bersama, tanda rasa itu sebenarnya masih ada, dipojokkan amarah. Tanyaku menyeruak, "tak bisakah kita bertahan?". Kau pergi dengan kebisuanmu, hanya tatapanmu yang menjawab ya, aku tau itu tulus tapi kau tau mau akui.
Pegal dirasa, logika sadarkan ku tuk hentikan semua ini. Ku teguk minuman yang ada disampingku, setidaknya itu bisa menjadi penenang. Sedang ku hapus semua sakitku. Terdengar alunan nada dari balik tasku, ku ambil telepon genggamku, namamu ada dalam layarku, terpampang jelas. Entahlah apa maksudnya. Ku diamkan, tak lama semua itu terhenti dengan sendirinya, segara ku letakkan kembali. Baru saja aku akan meneguk kembali minuman tanpa rasa ini, alunan dari telepon genggamku kembali berdering, satu pesan masuk, namamu kembali muncul. Dengan setengah hati ku buka pesanmu, "lihatlah bintang sedang berpesta". Tanpa ku balas, ku masukkan kembali benda itu ketempat semula, berharap jangan lagi berbunyi.
Tegukkan demi tegukkan ku lakukan, tapi tak bisa tenangkanku. Air mata kembali pecah, kembali semua kenangmu berlari dalam khayalku. Ku lihat pada langit, masih sinarkan bintangnya. "Apa kau juga sedang melihat bintang ini? Apa bintangmu dan bintangku juga sama? Apa kau lihat aku dalam bintangmu? Apa kau sedang berfikir sama denganku?"
Air mata masih berurai. Seketika ku teringat akan ucapmu "tak usah kau menangis karena air matamu kan membawaku jauh darimu, kau tau? Meski kita jauh, tapi tak dengan bintang kita. Saat bintang muncul, pandangilah karena ku juga sedang memandanginya meski kau tak denganku".
Sigap jari jari ku mengusap habis air ini. Ucapmu seperti kekuatan untukku, hentikan tangis ini, hentikan sakit ini. Lelah ku rasa. Ku lihat jam ditangan, pukul sudah tunjukkan angka 10. Segera ku siapkan tenaga tuk menopang beban berat ini. Sekali lagi ku lihat keatas "terima kasih, bintangmu sungguh buat kau nyata". Ku tegakkan tubuh ini, mulai ku melangkah pergi lewati kebisingan yang lalu lalang ditemani cahaya milik negara dan juga bintangmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar