Jumat, 30 Januari 2015

Permainan Waktu

Dalam hening sebuah ruangan, terdengar suara langkah jam dinding begitu keras, seolah memaksaku tuk menemaninya agar ia tetap terjaga. Ku baringkan tubuh ini pada sebuah kasur dibalut selimut hangat, pada sebuah bantal ku letakkan kepala ini, berharap pikiranku pulas menuju negeri mimpi. Kupejamkan mata ini, tapi telingaku seolah terus menghadap pada langkah arah jam. Pikiranku yang berjalan menuju negeri mimpi pun terhenti pada sebuah jalan yang penuh rangkaian gambar. Ia memandanginya dengan seksama, seolah tahu sesuatu. Ku terbangun, tapi tidak dengan pikiranku, ia memaksaku tuk mengingat. Ku coba pikirkan hal lain berharap rangkaian gambar itu pudar, tapi sia sia ku dapat. Ia tetap memaksaku tuk mengingat. Ku coba ikuti maunya meski dengan takut dan penuh ragu.
Dalam perjalanan menuju ingatan itu, tak ku sangka ku bertemu dengan sesosok air mata. Ku tersenyum padanya berharap ia kan menghentikan tangisannya itu. Ia datang menghampiriku berbisik lirih "jangan kau teruskan ingatanmu itu". Ku terdiam bingung sembari memandanginya "apa maksudmu?". Ia hanya diam dan terus berucap kalimat itu. Tak ku hiraukan ia, ku melanjutkan langkahku meski semakin takut ku rasa. Perjalananku kini ditemani sang air mata yang tak mau berhenti mengucapkan hal itu. Entah, tapi ku lihat samar samar sebuah gambar, rasa penasaran mendorongku tuk menghampirinya, tapi sayang ku tak bisa tahu gambar apa itu. Terus ku susuri jalan itu, dan rangkaian gambar itu pun semakin banyak, memicuku tuk terus mencari.
Dalam langkah menuju ingatan itu ku bertemu dengan sesosok amarah yang dari jauh sudah lantang berucap "JANGAN KAU TERUSKAN INGATANMU ITU !!!". Semakin dekat jarak kita, semakin keras ia mengucapkan itu. "Apa maksudmu?". Ia pun hanya terdiam dan terus berucap hal itu tanpa menanggapi pertanyaanku. Sang air mata yang berada disampingku terus menangis sembari mengucapkan hal yang sama. Ku pandangi mereka berdua, ku coba bertanya lagi "apa maksudmu?". Tapi nihil ku dapat, mereka hanya berkata "Jangan kau teruskan ingatanmu itu".
Rangkaian gambar itu semakin jelas dan mulai terasa nyata. Ku melangkah dan terus melangkah. Pada sebuah persimpangan jalan ku lihat sebuah kisah, kisah yang dulu pernah ku lalui dalam hari. Entah, tapi aku hanya bisa melihatnya yang memaksaku tuk menangis. Ya Tuhan, aku pernah ada dalam kisah itu. Ku pandangi terus, ku lihat rona bahagia pada wajahku saat itu. Tak ku elakkan mataku pada kisah itu. Tak ku sangka wajah manis nan elok muncul perlahan. Ku masuki matanya, berharap ku temukan kenyataan. Ya Tuhan, dia sungguh sangat nyata. Dia terus bermain dalam kisah itu. Perannya sungguh luar biasa, penuh penghayatan, penuh perhatian, penuh kasih sayang. Ku lihat, ku sangat bahagia dalam kisah itu, ku mainkan peranku dengan maksimal.
Semakin nyata ku lihat bahagia pada wajah mereka. Rangkaian kasih sayang dibalut perhatian penuh cinta begitu kental terasa. Semakin hari semakin jadi, semakin tumbuh, tumbuh dan tumbuh, membuat ku tersenyum haru. Tapi entah mengapa, bahagia itu semakin lama semakin memudar. Senyum yang dulu selalu mereka berikan kini berkurang dan semakin menghilang. Cinta yang masih dalam masa perkembanganpun semakin layu bertanda lemah tak tertahan. Ku bertanya penuh tangis "ada apa ini ?".
Pada sebuah peran ku lihat sebuah kesalahan. Entah, entah dari mana datangnya kesalahan itu, mereka kah yang mengundang kesalahan itu atau sang waktu kah yang mengantarkannya pada mereka, atau mungkin kesalahan kah yang menjemput sang waktu?.  Ku meronta memaksa ingin masuk tuk menghentikan kesalahan itu, tapi apa daya, kisah tetap berlanjut. Kesalahan itu pun semakin menjadi, seolah ia adalah tuan rumahnya. Ku teteskan air mata ini seraya menjerit "Tolong hentikan kesalahan itu". Tak ada satupun yang mendengar pintaku itu. Kisah berlanjut menjadi tragis. Sebuah kisah yang dulu penuh kasih sayang, penuh cinta, penuh perhatian, penuh rindu, kini harus berubah menjadi sebuah kisah penuh tangis, penuh kecurigaan, penuh amarah, penuh kekecewaan. "Tolong hentikan kesalahan itu", semakin lirih ku meminta, semakin jadi kesalahan itu.
Hingga pada suatu waktu pada sebuah peran, tak ku sangka sang waktu berani memunculkan detik itu. Tak terdengar seberapa keras tawa kesalahan pada saat itu, yang ku tahu kita sama sama memeluk rasa kecewa, sebuah rasa yang ku kira takan pernah ada dalam kisah kita, tapi ternyata kusalah. Rasa itu datang lebih cepat dari yang seharusnya. Air mata jatuh tak terhankan, deras, semakin deras, terus mengalir deras tak hiraukan tampungan tangisanku sudah habis atau belum. Dia terus memaksaku tuk mengeluarkan air mata ini, tak peduli dengan tanganku yang sudah letih menghapus jalannya air mata dalam pipi.
Ketidaksanggupanku melihat kisah yang ku kira akan berakhir bahagia itu membuatku memutuskan tuk berhenti melangkah maju dan memutuskan tuk keluar. Ku berjalan ke belakang, semakin cepat, cepat dan ku berlari menuju jalan awal yang ku lalui tadi. Aku marah pada diriku, dia, pada semua.
"Mengapa semua ini terjadi? Mengapa tak kau beritahu aku sebelumnya?". Bisu. Lagi lagi kebisuan yang ku dapat. Tak ada jawaban nyata yang bisa mereka berikan padaku
"Jangan kau teruskan ingatanmu itu"
"Kau memintaku tuk tak meneruskan langkahku tuk mengingat ingatan itu, tapi mengapa tak pernah kau sebutkan alasanmu itu? Mengapa? Apa kau bahagia melihatku tersiksa melihat kisah itu? Mengapa? Apa alasanmu?"
Mereka hanya menatapku. Ku teruskan langkah mundurku. Sesaat setelah ku ayunkan kaki ini, mereka berkata "jika kau ingin mengetahui jawabannya, teruslah kau berjalan kedepan, disana kau kan menemui kisahmu yang utuh. Jika kau teruskan langkah mundurmu itu, kau kan tersesat dan sampai kapanpun kau takan pernah menemukan jawaban pasti atas semua pertanyaanmu itu".
Seketika ku terhenti. Ku tolehkan wajahku pada mereka, lambaian tangan yang ku lihat menyuruhku kembali pada mereka tuk meneruskan langkahku. Ku balikkan langkahku menuju mereka. Ku ikuti pinta mereka, ku terus berjalan maju. Benar, ku lihat pelangi indah melingkar. Cantik, sangat cantik. Pesona warnanya menghipnotisku agar cepat sampai padanya. Ku berlari sekencang mungkin tuk menghampirinya. Tepat didepannya, ku pandangi ia, decak kagum ku melihat sang warna. Ketika sedang asyik memandanginya, suatu sosok muncul memecahkan pandanganku.
"Apakah kau sedang mencari jawaban atas semua pertanyaanmu? Ikutilah aku dan berjanjilah tuk tidak akan pernah menangis apapun yang terjadi, dan jika kau mengingkari kau hanya akan dapat penyesalan dan terjebak dalam kata itu. Berjanjilah".
Ku pandang semuanya, ku yakini hati ini bahwa aku bisa tuk memenuhi janji itu, anggukan pun terjadi meski masih ada keraguan apa aku bisa tuk tidak menangis. Tapi pertanyaanku membantuku tuk meyakini hati ini bahwa ku kuat.
"Dulu, dulu adalah waktu yang sangat indah bagi kau dan dia" sosok itu pun mulai berucap.
"Kalian selalu menghabiskan waktu berdua, penuh canda, penuh tawa, penuh kekonyolan yang selalu dihias begitu cantik dengan kasih sayang, perhatian, penuh cinta dan kerinduan. Meski awal perjalanan kalian tidak semulus semestinya, tapi cinta membimbing kalian tuk melewati itu semua. Ceria yang selalu kalian tampilkan di setiap detik kebersamaan, membuat sang jarak cemburu. Tapi cinta selalu dapat membuat jembatannya tak peduli dimana dan seberapa jauh titik temu itu. Hingga suatu waktu yang lain memunculkan suatu kesalahan. Tak bisa terhindarkan, kata kata pun mengisyaratkan perang. Tapi cinta punya senjata ampuh tuk menghentikannya, melalui maaf yang terucap lewat kerinduan. Kalian teruskan kisah itu, semakin hari semakin jadi, semakin tumbuh. Tapi, kecemburuan sang takut pun semakin besar seiring tumbuhnya cinta itu. Lagi, perang kata terjadi. Hingga pada suatu waktu yang senja, lidah tak bertulang mengeluarkan kekecewaannya. Kau terdiam berpura pura kuat tuk menutupi semua. Dan entah dari mana anggukan itu bisa keluar dari kepalamu"
Ku hanya bisa terdiam, tak tahan ingin ku menangis sekencang mungkin. Tapi sosok itu menyentakku " INGAT JANJIMU !!!". Sontak ku terkejut membuat air mata ini tak jadi keluar.
"Detik berubah seketika setelah peristiwa itu. Tawa yang dulu selalu terdengar berubah menjadi tangisan tak terhenti. Kecewa, marah, perasaan sakit berbaur menjadi satu pada masing masing hati. Kalian sama sama ingin merindu, tapi kecewa kalian sama sama kuat. Kalian terus menahan, tapi tidak dengan kasih dan cinta yang kalian punya. Mereka terus mencari jalan tuk bisa bertemu dengan labuhannya, meskipun terkadang jalan buntu yang mereka dapati. Mereka terus mencari, terus, dan terus tanpa henti, hingga pada akhirnya mereka bertemu sang waktu. Merekapun bertanya apa yang harus mereka lakukan, sang waktu hanya menjawab "Teruskanlah langkahmu".
"Apa maksudmu?"
"Jika kalian yakin dengan langkah kalian teruskanlah langkah itu, jika kalian tak yakin, usaikanlah langkah itu". "Tapi kami ingin tinggal pada hati itu, sebuah tempat yang nyaman penuh kasih, hangat dan penuh rindu. Kami tetap ingin mencarinya".
"Percuma jika kalian tetap mencarinya, karena rasa kecewa pada masing masing tuan kalian masih tersisa. Pulanglah pada tuan kalian, sembuhkanlah kecewa itu, karena kecewa itu kan memberikan arah mana yang harus kalian lalui, yaitu keikhlasan. Jika keikhlasan telah muncul, ia kan memberikan jawaban pasti pada kalian dan tuan kalian, bertahan atau pergi. Sesuatu yang bertahan tidak selamanya kan baik seperti sediakala. Dan sesuatu yang pergi tak selamanya tak mengasihi. Setiap keputusan pasti akan ada akibat yang harus dilalui, sembuhkanlah kecewa itu dan kan kalian dapati jawaban yang kalian cari".
"Apa kau sudah mengerti?"
Diam, ku hanya bisa terdiam mencerna apa yang telah terjadi. Perasaan tak percaya menyelimuti hati ini.
"Aku adalah bahagiamu, hatimu yang harus kau jaga.Jangan kau paksakan hatimu yang sudah sembuh itu pada sebuah kesakitan. Aku tahu kau sudah berguru pada keikhlasan, lawanlah sakitmu itu yang sekarang sedang merayumu tuk merasakannya kembali. Aku tahu kau kuat, tak ku lihat lagi tangisan ratapanmu dalam mata indahmu itu. Berhentilah tuk merasa takut. Kau tahu? Didepan sana kan ada seorang yang gagah berani menunggumu meminta kau tuk menunggangi kuda putihnya, memintamu tuk terus ada disampingnya, tak peduli seberapa lemah, kecewa dan takutnya dirimu. Percayalah kau kan terbang bersama ia yang menyayangimu".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar