Jumat, 30 Januari 2015

Bintang Malam Ini

Malam ini tak seperti biasanya, langit berbaik hati pada bumi tampakkan pesonanya. Bintang dengan cerianya tersenyum, berbaris bentukkan rasi. Tanpa ditemani awan, bintang kuasai gelap, rembulan menyaksikan dari jauh.   Disini, disatu sisi paling nyaman ditanah ini dengan beralaskan bangku kayu bercat senada dengan warna khas kayu disamping pohon rindang, ku letakkan bagian belakang tubuh ini dengan santainya, tanpa beban hanya sebotol minuman dan tas dengan isinya yang sudah seperti nyawa dalam raga ini. Ku lihat sekeliling, para jiwa sibuk melangkah semaunya terlihat tak terarah, dengan tangan menggenggam jemari kasih, seolah takut kehilangan padahal hatinya tak terfokus.   Hela nafas dalam sela kebisingan, buat lihatku keatas. Maha dahsyat malam ini, langit gelap sedang berpesta, munculkan cahaya abadi tak berbayar, tanpa penggangu hanya aku, langit dan sang bintang.
Mataku menerka satukan bintang bintang jadi bentuk semauku. Entahlah ini khayal atau pandangku mulai kabur, bintang bentukkan wajahmu. Terbelalak lama menatap, khayalku menjemput hari lalu. Tawa, tangis, amarah, kecewa, menyatu terbang menuju bentukkanmu. Tak tersadar, tetesan air keluar dari mata ini lewati pipi tanpa permisi, perlahan tapi pasti. Kenangmu masih memelukku. Semakin cepat lewati pipi tanpa sadar jemari ini sudah sibuk mengusapnya. Dalam pandangan bentukmu, satu bintang dengan kejutnya bersinar terang kalahkan lainnya seolah dia juara, buatku tersadar. Dengan segera ku hentikan tetesan ini. Ku masih liat panggung bintang itu. Tersirat tanya, lihatkah kau malam ini? Apa kau bentuk rasimu jua? Apakah kita masih disatu langit yang sama? Berjalan, berlari, menangis, tertawa berharap, berteduh pada kolong langit yang sama, menuju satu titik kasih dibawah tangan-Nya ? Masih kah? Tolong katakan iya !
Ku lihat sekeliling, alih kan pandangku, para jiwa itu masih sibuk dengan geraknya, ucap sayanglah, kecup nafsulah, terfokus layar genggamanlah, tak juga buatku hentikan berfikir tentangmu. Lalu lalang suara bising pun seolah jadi alunan memperkuat tentangmu. Seolah suruhmu, pandangku kembali menatap langit gelap dengan taburan bintang yang tadinya aku senangi kini aku tangisi. Dibintang terang itu, kau seolah ajakku kembali pada masa itu, masa dimana semua ku pikir baik-baik saja.   Kau genggam erat jemari ini seakan aku kan berlari tanpamu. Kau bisikkan sajak cintamu buatku percaya. Tatapmu dalam memeluk hati ini lewat pandangku, kuatkan ku bahwa kau nyata. Hari seakan iri, menit loncati angka dalam bulan dengan terburu buru. Lalui, lalui, dan lalui. Silih berganti suasana ini, tapi tetap kasih yang juara. Hingga semua terkuak, tak sanggup lagi terbendung, luapan amarah bak raja usir kasih. Katapun tak berdaya. Tanganku dengan sigap pelukmu dengan hati, tapi rontaan yang kau beri seolah ku asing. Tetesan ini kita keluarkan bersama, tanda rasa itu sebenarnya masih ada, dipojokkan amarah. Tanyaku menyeruak, "tak bisakah kita bertahan?". Kau pergi dengan kebisuanmu, hanya tatapanmu yang menjawab ya, aku tau itu tulus tapi kau tau mau akui.
Pegal dirasa, logika sadarkan ku tuk hentikan semua ini. Ku teguk minuman yang ada disampingku, setidaknya itu bisa menjadi penenang. Sedang ku hapus semua sakitku. Terdengar alunan nada dari balik tasku, ku ambil telepon genggamku, namamu ada dalam layarku, terpampang jelas. Entahlah apa maksudnya. Ku diamkan, tak lama semua itu terhenti dengan sendirinya, segara ku letakkan kembali. Baru saja aku akan meneguk kembali minuman tanpa rasa ini, alunan dari telepon genggamku kembali berdering, satu pesan masuk, namamu kembali muncul. Dengan setengah hati ku buka pesanmu, "lihatlah bintang sedang berpesta". Tanpa ku balas, ku masukkan kembali benda itu ketempat semula, berharap jangan lagi berbunyi.
Tegukkan demi tegukkan ku lakukan, tapi tak bisa tenangkanku. Air mata kembali pecah, kembali semua kenangmu berlari dalam khayalku. Ku lihat pada langit, masih sinarkan bintangnya. "Apa kau juga sedang melihat bintang ini? Apa bintangmu dan bintangku juga sama? Apa kau lihat aku dalam bintangmu? Apa kau sedang berfikir sama denganku?"
Air mata masih berurai. Seketika ku teringat akan ucapmu "tak usah kau menangis karena air matamu kan membawaku jauh darimu, kau tau? Meski kita jauh, tapi tak dengan bintang kita. Saat bintang muncul, pandangilah karena ku juga sedang memandanginya meski kau tak denganku".
Sigap jari jari ku mengusap habis air ini. Ucapmu seperti kekuatan untukku, hentikan tangis ini, hentikan sakit ini. Lelah ku rasa. Ku lihat jam ditangan, pukul sudah tunjukkan angka 10. Segera ku siapkan tenaga tuk menopang beban berat ini. Sekali lagi ku lihat keatas "terima kasih, bintangmu sungguh buat kau nyata". Ku tegakkan tubuh ini, mulai ku melangkah pergi lewati kebisingan yang lalu lalang ditemani cahaya milik negara dan juga bintangmu.

Permainan Waktu

Dalam hening sebuah ruangan, terdengar suara langkah jam dinding begitu keras, seolah memaksaku tuk menemaninya agar ia tetap terjaga. Ku baringkan tubuh ini pada sebuah kasur dibalut selimut hangat, pada sebuah bantal ku letakkan kepala ini, berharap pikiranku pulas menuju negeri mimpi. Kupejamkan mata ini, tapi telingaku seolah terus menghadap pada langkah arah jam. Pikiranku yang berjalan menuju negeri mimpi pun terhenti pada sebuah jalan yang penuh rangkaian gambar. Ia memandanginya dengan seksama, seolah tahu sesuatu. Ku terbangun, tapi tidak dengan pikiranku, ia memaksaku tuk mengingat. Ku coba pikirkan hal lain berharap rangkaian gambar itu pudar, tapi sia sia ku dapat. Ia tetap memaksaku tuk mengingat. Ku coba ikuti maunya meski dengan takut dan penuh ragu.
Dalam perjalanan menuju ingatan itu, tak ku sangka ku bertemu dengan sesosok air mata. Ku tersenyum padanya berharap ia kan menghentikan tangisannya itu. Ia datang menghampiriku berbisik lirih "jangan kau teruskan ingatanmu itu". Ku terdiam bingung sembari memandanginya "apa maksudmu?". Ia hanya diam dan terus berucap kalimat itu. Tak ku hiraukan ia, ku melanjutkan langkahku meski semakin takut ku rasa. Perjalananku kini ditemani sang air mata yang tak mau berhenti mengucapkan hal itu. Entah, tapi ku lihat samar samar sebuah gambar, rasa penasaran mendorongku tuk menghampirinya, tapi sayang ku tak bisa tahu gambar apa itu. Terus ku susuri jalan itu, dan rangkaian gambar itu pun semakin banyak, memicuku tuk terus mencari.
Dalam langkah menuju ingatan itu ku bertemu dengan sesosok amarah yang dari jauh sudah lantang berucap "JANGAN KAU TERUSKAN INGATANMU ITU !!!". Semakin dekat jarak kita, semakin keras ia mengucapkan itu. "Apa maksudmu?". Ia pun hanya terdiam dan terus berucap hal itu tanpa menanggapi pertanyaanku. Sang air mata yang berada disampingku terus menangis sembari mengucapkan hal yang sama. Ku pandangi mereka berdua, ku coba bertanya lagi "apa maksudmu?". Tapi nihil ku dapat, mereka hanya berkata "Jangan kau teruskan ingatanmu itu".
Rangkaian gambar itu semakin jelas dan mulai terasa nyata. Ku melangkah dan terus melangkah. Pada sebuah persimpangan jalan ku lihat sebuah kisah, kisah yang dulu pernah ku lalui dalam hari. Entah, tapi aku hanya bisa melihatnya yang memaksaku tuk menangis. Ya Tuhan, aku pernah ada dalam kisah itu. Ku pandangi terus, ku lihat rona bahagia pada wajahku saat itu. Tak ku elakkan mataku pada kisah itu. Tak ku sangka wajah manis nan elok muncul perlahan. Ku masuki matanya, berharap ku temukan kenyataan. Ya Tuhan, dia sungguh sangat nyata. Dia terus bermain dalam kisah itu. Perannya sungguh luar biasa, penuh penghayatan, penuh perhatian, penuh kasih sayang. Ku lihat, ku sangat bahagia dalam kisah itu, ku mainkan peranku dengan maksimal.
Semakin nyata ku lihat bahagia pada wajah mereka. Rangkaian kasih sayang dibalut perhatian penuh cinta begitu kental terasa. Semakin hari semakin jadi, semakin tumbuh, tumbuh dan tumbuh, membuat ku tersenyum haru. Tapi entah mengapa, bahagia itu semakin lama semakin memudar. Senyum yang dulu selalu mereka berikan kini berkurang dan semakin menghilang. Cinta yang masih dalam masa perkembanganpun semakin layu bertanda lemah tak tertahan. Ku bertanya penuh tangis "ada apa ini ?".
Pada sebuah peran ku lihat sebuah kesalahan. Entah, entah dari mana datangnya kesalahan itu, mereka kah yang mengundang kesalahan itu atau sang waktu kah yang mengantarkannya pada mereka, atau mungkin kesalahan kah yang menjemput sang waktu?.  Ku meronta memaksa ingin masuk tuk menghentikan kesalahan itu, tapi apa daya, kisah tetap berlanjut. Kesalahan itu pun semakin menjadi, seolah ia adalah tuan rumahnya. Ku teteskan air mata ini seraya menjerit "Tolong hentikan kesalahan itu". Tak ada satupun yang mendengar pintaku itu. Kisah berlanjut menjadi tragis. Sebuah kisah yang dulu penuh kasih sayang, penuh cinta, penuh perhatian, penuh rindu, kini harus berubah menjadi sebuah kisah penuh tangis, penuh kecurigaan, penuh amarah, penuh kekecewaan. "Tolong hentikan kesalahan itu", semakin lirih ku meminta, semakin jadi kesalahan itu.
Hingga pada suatu waktu pada sebuah peran, tak ku sangka sang waktu berani memunculkan detik itu. Tak terdengar seberapa keras tawa kesalahan pada saat itu, yang ku tahu kita sama sama memeluk rasa kecewa, sebuah rasa yang ku kira takan pernah ada dalam kisah kita, tapi ternyata kusalah. Rasa itu datang lebih cepat dari yang seharusnya. Air mata jatuh tak terhankan, deras, semakin deras, terus mengalir deras tak hiraukan tampungan tangisanku sudah habis atau belum. Dia terus memaksaku tuk mengeluarkan air mata ini, tak peduli dengan tanganku yang sudah letih menghapus jalannya air mata dalam pipi.
Ketidaksanggupanku melihat kisah yang ku kira akan berakhir bahagia itu membuatku memutuskan tuk berhenti melangkah maju dan memutuskan tuk keluar. Ku berjalan ke belakang, semakin cepat, cepat dan ku berlari menuju jalan awal yang ku lalui tadi. Aku marah pada diriku, dia, pada semua.
"Mengapa semua ini terjadi? Mengapa tak kau beritahu aku sebelumnya?". Bisu. Lagi lagi kebisuan yang ku dapat. Tak ada jawaban nyata yang bisa mereka berikan padaku
"Jangan kau teruskan ingatanmu itu"
"Kau memintaku tuk tak meneruskan langkahku tuk mengingat ingatan itu, tapi mengapa tak pernah kau sebutkan alasanmu itu? Mengapa? Apa kau bahagia melihatku tersiksa melihat kisah itu? Mengapa? Apa alasanmu?"
Mereka hanya menatapku. Ku teruskan langkah mundurku. Sesaat setelah ku ayunkan kaki ini, mereka berkata "jika kau ingin mengetahui jawabannya, teruslah kau berjalan kedepan, disana kau kan menemui kisahmu yang utuh. Jika kau teruskan langkah mundurmu itu, kau kan tersesat dan sampai kapanpun kau takan pernah menemukan jawaban pasti atas semua pertanyaanmu itu".
Seketika ku terhenti. Ku tolehkan wajahku pada mereka, lambaian tangan yang ku lihat menyuruhku kembali pada mereka tuk meneruskan langkahku. Ku balikkan langkahku menuju mereka. Ku ikuti pinta mereka, ku terus berjalan maju. Benar, ku lihat pelangi indah melingkar. Cantik, sangat cantik. Pesona warnanya menghipnotisku agar cepat sampai padanya. Ku berlari sekencang mungkin tuk menghampirinya. Tepat didepannya, ku pandangi ia, decak kagum ku melihat sang warna. Ketika sedang asyik memandanginya, suatu sosok muncul memecahkan pandanganku.
"Apakah kau sedang mencari jawaban atas semua pertanyaanmu? Ikutilah aku dan berjanjilah tuk tidak akan pernah menangis apapun yang terjadi, dan jika kau mengingkari kau hanya akan dapat penyesalan dan terjebak dalam kata itu. Berjanjilah".
Ku pandang semuanya, ku yakini hati ini bahwa aku bisa tuk memenuhi janji itu, anggukan pun terjadi meski masih ada keraguan apa aku bisa tuk tidak menangis. Tapi pertanyaanku membantuku tuk meyakini hati ini bahwa ku kuat.
"Dulu, dulu adalah waktu yang sangat indah bagi kau dan dia" sosok itu pun mulai berucap.
"Kalian selalu menghabiskan waktu berdua, penuh canda, penuh tawa, penuh kekonyolan yang selalu dihias begitu cantik dengan kasih sayang, perhatian, penuh cinta dan kerinduan. Meski awal perjalanan kalian tidak semulus semestinya, tapi cinta membimbing kalian tuk melewati itu semua. Ceria yang selalu kalian tampilkan di setiap detik kebersamaan, membuat sang jarak cemburu. Tapi cinta selalu dapat membuat jembatannya tak peduli dimana dan seberapa jauh titik temu itu. Hingga suatu waktu yang lain memunculkan suatu kesalahan. Tak bisa terhindarkan, kata kata pun mengisyaratkan perang. Tapi cinta punya senjata ampuh tuk menghentikannya, melalui maaf yang terucap lewat kerinduan. Kalian teruskan kisah itu, semakin hari semakin jadi, semakin tumbuh. Tapi, kecemburuan sang takut pun semakin besar seiring tumbuhnya cinta itu. Lagi, perang kata terjadi. Hingga pada suatu waktu yang senja, lidah tak bertulang mengeluarkan kekecewaannya. Kau terdiam berpura pura kuat tuk menutupi semua. Dan entah dari mana anggukan itu bisa keluar dari kepalamu"
Ku hanya bisa terdiam, tak tahan ingin ku menangis sekencang mungkin. Tapi sosok itu menyentakku " INGAT JANJIMU !!!". Sontak ku terkejut membuat air mata ini tak jadi keluar.
"Detik berubah seketika setelah peristiwa itu. Tawa yang dulu selalu terdengar berubah menjadi tangisan tak terhenti. Kecewa, marah, perasaan sakit berbaur menjadi satu pada masing masing hati. Kalian sama sama ingin merindu, tapi kecewa kalian sama sama kuat. Kalian terus menahan, tapi tidak dengan kasih dan cinta yang kalian punya. Mereka terus mencari jalan tuk bisa bertemu dengan labuhannya, meskipun terkadang jalan buntu yang mereka dapati. Mereka terus mencari, terus, dan terus tanpa henti, hingga pada akhirnya mereka bertemu sang waktu. Merekapun bertanya apa yang harus mereka lakukan, sang waktu hanya menjawab "Teruskanlah langkahmu".
"Apa maksudmu?"
"Jika kalian yakin dengan langkah kalian teruskanlah langkah itu, jika kalian tak yakin, usaikanlah langkah itu". "Tapi kami ingin tinggal pada hati itu, sebuah tempat yang nyaman penuh kasih, hangat dan penuh rindu. Kami tetap ingin mencarinya".
"Percuma jika kalian tetap mencarinya, karena rasa kecewa pada masing masing tuan kalian masih tersisa. Pulanglah pada tuan kalian, sembuhkanlah kecewa itu, karena kecewa itu kan memberikan arah mana yang harus kalian lalui, yaitu keikhlasan. Jika keikhlasan telah muncul, ia kan memberikan jawaban pasti pada kalian dan tuan kalian, bertahan atau pergi. Sesuatu yang bertahan tidak selamanya kan baik seperti sediakala. Dan sesuatu yang pergi tak selamanya tak mengasihi. Setiap keputusan pasti akan ada akibat yang harus dilalui, sembuhkanlah kecewa itu dan kan kalian dapati jawaban yang kalian cari".
"Apa kau sudah mengerti?"
Diam, ku hanya bisa terdiam mencerna apa yang telah terjadi. Perasaan tak percaya menyelimuti hati ini.
"Aku adalah bahagiamu, hatimu yang harus kau jaga.Jangan kau paksakan hatimu yang sudah sembuh itu pada sebuah kesakitan. Aku tahu kau sudah berguru pada keikhlasan, lawanlah sakitmu itu yang sekarang sedang merayumu tuk merasakannya kembali. Aku tahu kau kuat, tak ku lihat lagi tangisan ratapanmu dalam mata indahmu itu. Berhentilah tuk merasa takut. Kau tahu? Didepan sana kan ada seorang yang gagah berani menunggumu meminta kau tuk menunggangi kuda putihnya, memintamu tuk terus ada disampingnya, tak peduli seberapa lemah, kecewa dan takutnya dirimu. Percayalah kau kan terbang bersama ia yang menyayangimu".

Entahlah

Sungguh, setiap aku mendengar dan terfikirkan oleh hal itu aku tidak bisa berucap apapun. Entahlah, aku pun tak mengerti, tapi sungguh Tuhan, aku tak pernah bermaksud untuk mengingkari nikmat Mu, tapi sungguh aku tak mengerti.
Entahlah, mungkin ini hanya sebuah takut tiada arti, tapi jika ia tak mempunyai arti mengapa aku harus tak bisa berucap? Atau mungkin ini hanyalah sebuah lelah yang berkepanjangan? Entahlah, atau mungkin cahaya mempunyai arti lain? Tapi jika ia memiliki, lantas mengapa ia putuskan tuk pergi meninggalkan terang?
Ku tahu, suatu lelah kan hilang jika ia bertemu dengan angin. Tapi bagaimana mereka berjumpa jika arah pun mereka tak bisa membacanya? Melihat bulan? Yang benar saja, gelap telah enggan mengeluarkan tampaknya.

Tentangmu

Dalam sunyi ku bicara tanpa suara, tanpa pendengar, tentang mu, tentang waktumu
Dalam sepi ku melihat tanpa mata, tanpa kedipan, tentang langkahmu, tentang jarakmu
Dalam gelap ku ulurkan tangan, tanpa sentuhan, tentang keluhanmu, tentang egomu
Ku tau kau nyata. Tapi bagiku kau impian.
Ku tau kau bersuara. Tapi bagiku kau kebisuan.
Ku tau kau melangkah. Tapi bagiku kau bersayap.
Ku tau kau melihat. Tapi bagiku kau tersamarkan.
Tak tau harus bagaimana. Mungkin kau tak akan mengerti. Mungkin kau tak akan mau tau. Mungkin kau tak akan menoleh. Mungkin kau tak akan peduli. Biarkanlah. Karena semua ini memang tak pantas terdengar. Tak pantas terlihat. Tak pantas dimengerti. Tak pantas dipedulikan.
Ku hanya ingin kau tau, terimakasih ku selalu untukmu.
Terimakasih ku selalu untuk waktumu.
Terimakasih ku selalu untuk semua tentangmu.
Terimakasih

?

Malam, jika kau izinkan bolehkah aku ajukan pertanyaan. Pertanyaan yang mungkin hanya bisa kau jawab dengan gulita. Dengan kesunyianmu. Dengan kesiagaanmu. Dengan keheninganmu.

Aku tak pernah marah jika kau selalu hembuskan dinginmu. Aku tak pernah marah jika kau sembunyikan terang itu. Aku tak pernah marah jika kau bisukan semua ucap. Aku tak pernah marah jika kau buaikan pikir ini.

Tapi bisa kau beri aku jawaban yang matahari enggan menjawabnya. Tentang langkah ini. Tentang tawa ini. Tentang penantian ini. Tentang harap ini. Tentang pagi ini. Tentang senja ini. Tentang semua yang engkau pun tau. Tentang semua pikir ini. Tentang semua anggapan ini. Tentang pertanyaan ini. Bisakah?

Hujan

Rintikan hujan kembali sapa genting genting yang berjejer rapih. Disatu sela, hujan dengan jahil masuki celah teteskan air yang ingin mendarat diatas ubin.
Diranting pohon. Sang daun berpesta. Gersang mentari dibanjur hujan sebabkan kesejukan. Hujan menetes menyusuri bunga, hingga akhirnya bertemu sang akar yang sudah menunggu tak sabar.
Di atas kubangan air berubin. Sang kodok bernyanyi riang sambut hujan. Ditemani ikan, kawannya. Nyanyiannya semakin bergairah. Hujan turun semakin bersemangat.
Disini dibawah atap yang dibeberapa celahnya tak rapat lagi. Ku amati setiap tetesan air yang turun. Sang langit kali ini benar benar ingin bawahnya sejuk. Ku tantang hujan dengan lihat sumbernya turun. Gelap dengan sesekali cahaya zigzag menyala. Kesejukan yang tadi dirasa berubah menjadi dingin menggigil. Rupanya kain tebal ini tak sanggup melawan tawanya hujan.
Lama dirasa sepertinya hujan sudah puas bermain dengan semua yang ada dibawahnya. Langit gelap berangsur berpindah pancarkan biru indahnya. Disana, diujung atas sana lingkaran setengah jadi terbentuk. Jajaran warna membuat cantik lingkaran itu. Nyata dan indah. Semua yang ada dikolong langit ini menengadah ke atas saksikan eloknya warna buatan Sang Maha Agung. Berharap kan lama. Tapi sayang matahari tak sabar pancarkan kuningnya. Semoga esok kan kembali

Tegar

"Tegar ?"
Disatu pesan sms ku malam itu.
"Siapa?"
"Seseorang yang mengenalmu :) "
"Ohh okey"
"Kamu ga berubah, tetep jutek"
Hah jutek ! Ini pasti seseorang yang kenal aku deket. Tapi siapa?
"Terimakasih"
Aku ogah ladeni orang seperti itu dengan pesan panjang. Cape aku ngetiknya.
"Aku masih ingat waktu pertama kali aku melihatmu, dulu kau jutek sekali. Untuk tersenyum padaku saja kau tak sudi. Tapi aku selalu bahagia ketika aku melihat kau sedang tertawa becanda dengan teman temanmu, kau lepas, tak ada yang kau sembunyikan. Dan aku selalu tertawa ketika ku dengar kau berbicara, suara khasmu buatku terbahak dan kau selalu bicara tentang semua yang kau lihat. Bertanya tentang ini dan itu, dan temanmu menanggapi dengan konyolnya dan kau tebahak lepas"
"Kamu siapa?"
"Kau masih tak tahu aku siapa?"
"Aku ga tahu kamu siapa makanya aku nanya kamu siapa"
"Aku masih ingat ketika aku mengirim pesan untuk pertama kalinya padamu "kau yang terindah". Dan kau pun bertanya "siapa". Setelah ku beri tahu aku siapa kau hanya membalasnya "oh kirain siapa". Dan kamu masih tetep jutek"
"Kamu ini ngomong apa si?"
"Aku selalu ingat semua tentangmu, tentang tingkahmu, tentang celotehmu, tentang jutekmu, tentang tawamu, dan semua harimu. Dan aku ingat semua itu"
"Okey kamu gapenting banget asli !!"
"Dulu aku pun berfikir sama sepertimu, menganggap bahwa dirimu tak penting, tak punyai arti apapun dalam hidupku, tak punyai andil dalam hidupku. Tapi setelah aku mengenalmu, kau berikan semua itu padaku. Kau ajarkan aku arti hadirmu, kau ajarkan aku arti mendengarmu, kau ajarkan aku mengerti dirimu. Kau punyai arti untukku"
"Tapi kamu itu siapa?"
"Mungkin saat ini kau membenciku. Mungkin kau sudah lupakanku. Mungkin kau sudah kubur semua tentangku dalam hati dan hidupmu. Mungkin jika kau tahu aku kau akan terusik dan semakin membenciku. Maafkan aku, seharusnya aku tak boleh hadir lagi dalam hidupmu dalam bentuk apapun, bahkan lewat pesan ini. Tapi izinkan aku tuk tahu apa kau masih menanyakanku atau tidak, meski lewat pertanyaan "kamu siapa", aku bahagia. Aku harap kau tak pernah tahu aku ini siapa sampai semua sakitmu hilang dan terobati. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tenang dalam kematian yang kau buat untukmu"
"Apa maksudmu?"
"Kau masih sama seperti yang aku kenal, selalu tak mengerti tentang aku. Tapi itulah sebabnya kau berarti dihidupku. Semoga kau tetap tegar seperti namamu Tegar. Dan tetaplah menjadi seorang putri yang tangguh dan tegar. Sudahlah, selamat malam, semoga kau pun tenang dalam kehidupan yang kau buat. Terimakasih"

Kamu Bodoh

Jiwa malam sepertinya telah hadir, suguhkan kamu dengan kebodohanku. Kamu. Ya kamu. Kamu yang tak tahu malu. Kamu yang tak tahu diri. Sudah tahu itu kamu, tapi aku malah berfikir itu bukan kamu. Lantas bagaimana denganku? Aaahh kamu takan peduli. Kamu kan tak akan mau tahu. Ceramah logika.
"Hai"
Aahh kamu lagi. Tapi hati ini aahh kamu lagi. Dan logika, aahh kamu lagi. Dengan berbagai rasa tentunya. Tangan sepertinya memihak pada hati.
"Hai"
"Kamu lagi dirumah?"
"Iya ada apa?"
"Boleh aku main kerumahmu?"
"Silahkan"
Mau ngapain dia kerumah, tanya semua yang ada pada diriku. Tapi wajah ini sudah pancarkan raut bahagia. Ku berdandan cantik, seolah sang pangeran akan melamarku. Padahal itu cuma kamu. Tak sabar menunggu.
Jam sudah keluarkan angka 19.30 saat kamu tepat ada di hadapku. Ya, kamu dan aku duduk berhadapan seolah akan adu panco.
"Kamu gapapa aku main kesini?"
Pertanyaan bodoh pikirku
"Ga apa apalah, jarang juga kan kamu kesini. Ada apa tumben?"
"Ga apa apa cuma mau main, dan cuma mau...."
"Mau apa?"
"Mau minta minum"
"Ohh okey"
Ya itulah kamu tak tahu malu. Tapi bodohnya aku memberikannya.
"Ada yang lain?"
"Hmm mungkin ada tapi nanti, tenanglah"
"Ohh okey"
Dan kamu masih tak tahu diri. Semakin kencang detik berjalan tapi kamu masih semangat bercerita ini itu dan bodohnya aku yang sibuk menanggapi kamu. Dan kamu dan aku tertawa tak pedulikan sunyinya malam.
"Hei"
Tegurmu disela tawaku dan sekejap paksa bibir ini rapat.
"Gimana dengan tanganmu?"
"Hah tangan? Emang kenapa tangan aku?"
"Aku lihat tanganmu sakit?"
"Kamu buta ya, gada luka dan tanganku ga sakit apapun"
"Ohh berarti aku salah ya?"
Bodoh !!
"Hei ada apa dengan matamu? Kamu sakit?"
"Apa? Mata? Sakit? Engga, mata aku baik baik aja"
Dan kamu masih bodoh !!
"Tapi ko badan kamu kedinginan ya?"
"Hah Kedinginan? Kamu ga ngerasain malam ini panas?"
Dan kamu masih bertahan di bodohmu itu !!
"Okey udah tiga kali pertanyaan aku salah. Satu kali lagi aku bakal tanya kamu dan udah gitu aku pulang"
Dan kamu gatahu malu !
"Gimana obatnya enak?"
"Hey apa kamu buta? Aku sama sekali ga sakit, aku sehat, dan kamu bisa lihat itu kan?!!!"
"Aku selalu suka saat kamu marah. Kamu begitu menghayati peranmu. Okey kamu mungkin bilang kalau kamu ga apa apa, tapi aku tahu kamu dengan segala kebohongan kamu. Dan hari ini aku ingin aku yang menjadi lawan mainmu. Aku yang akan menggenggam jemarimu. Mengisi kekosongan disela jari jari tanganmu. Dan mencegahnya sibuk buang air mata yang selalu keluar dari mata indahmu. Aku yang akan buatmu menatap masa depan bersama tanpa perlu kau berair mata karnaku. Aku yang akan dekap tubuhmu saat kau rasa dunia berikan dinginnya. Aku yang akan obati semua luka hatimu dengan menuntunmu dalam bahagianya kasih. Dan aku tak butuh jawaban darimu. Kebohonganmu sudah berikan jawaban "ya" padaku"
Dan kali ini aku yang bodoh tak pernah mengerti maksud darimu.
"Kamu paksa aku?"
"Berhentilah berpura pura. Apa harus aku jadikan kebohonganmu itu skripsi agar aku mendapat gelar S.H, sarjana hatimu?"
"Berhentilah tuk ucapkan semua itu dan mulailah menyayangiku sekarang !"
"Tak usah kau suruh lagi aku sedang menjalankannya"
Aku akan selalu menyukaimu segala cara bodohmu untuk ungkapkan semua yang tak aku mengerti. Dengan kebodohanmu kau ajarkan aku tuk pintar mengenalmu. Dengan ketidaktahu maluanmu kau ajarkan aku tuk bisa menerimamu. Dan ketidaktahuan dirimu kau ajarkan aku tuk bisa terus bersamamu. Dan aku menyukainya. Terimakasih kau ajarkan aku bahwa cinta membuat kita bodoh. Dan semoga kau akan selalu ada untukku, bukan saja ketika kau sedang bodoh karna cinta, tetapi juga ketika cinta ajarkan kau kepintaran.

Malam

Malam tak bisakah kau datang terlambat?
Malam tak bisakah kau sembunyikan khayal barang sedetik saja?
Malam tak bosankah kau suguhkan aku deru sunyi ?
Malam tak bisakah kau berbaik hati munculkan kejora itu barang sekejap?
Mentari, apa kau sedang menertawakanku?
Apa kau tak lihat ku sendiri terpojok menunggumu?
Lihatlah, lihat air ini
Apa ini yg kau sebut dg kasih?
Bahkan anginpun tak sudi hembuskan bagiannya
Sudahlah, kau memang tak akan peduli

Senja

Senja, ku tau kau akan selalu hadir di waktu yang tak pernah bergeser. Senja, ku tau kau selalu pancarkan oranye mu. Senja ku tau kau selalu hadirkan pesonamu. Senja, ku tau kau akan kembali. Tapi senja, untuk waktu ini ku mohon kalimatmu dalam jawaban pertanyaanku. Ku mohon berikan semua yang kau tau. Ku mohon berikan semua isyaratmu. Tentang semua kegelisahan ini. Tentang semua langkah ini. Tentang semua kalimat ini. Tentang semua rasa ini. Tentang semua waktu yang tak pernah kembali. Senja kau ajarkan aku arti keindahan. Senja kau ajarkan aku pesona. Senja, kau ajarkan aku berdiri. Senja kau ajarkan aku sendiri. Senja kau ajarkan aku melepas. Senja kau ajarkan aku mengikhlaskan. Tapi bolehkah aku bertanya? Bertanya tentang semua yang terjadi. Tentang semua yang datang. Tentang semua yang berucap. Tentang semua yang menggenggam. Tentang semua tawa. Tentang semua rasa. Tentang semua waktu. Dan tentang semua yang pergi tanpa lambaian. Bolehkah?
Senja jika suatu saat nanti kau ijinkan aku tuk melihatmu lagi, maukah kau berjanji tuk bawakan aku waktu. Tuk bawakan aku sinar itu. Tuk bawakan aku keindahan yang selalu kau pancarkan. Tuk bawakan aku malam yang indah. Maukah?