Sabtu, 14 Februari 2015

Selamat Jalan

"Sayang aku rindu"
"Aku juga rindu kamu sayang, cepatlah kau kembali"
Itulah kata yang tak pernah absen ketika aku dannya berbicara. Lewat huruf dan suara pastinya. Tiga tahun sudah kita jalani kisah ini dengan perbedaan jarak yang begitu jauh. 396km bukanlah jarak yang pendek, terlebih untuk rindu yang selalu kita pupuk. Keinginannya membawa kisah ini berjarak sangat jauh. Aku tahu ia melakukan hal ini demi cita citanya tuk menjadi penyair handal. Ia dalami bahasa yang Tuhan beri lewat para pengajar. Dan aku takan pernah menghalanginya.
Tapi malam itu, sepertinya rindu kita sedang berada dipuncaknya. Tak jelas sebabnya tapi sungguh aku merasa sangat ingin ia berada di sampingku saat ini, tuk tenangkan aku. Dan dia seperti biasanya hanya bisa menyabarkanku. Dan sudah ritualku, aku membencinya.
"Iya aku bakal cepat pulang, tapi kan studiku belum beres, aku harus selesain dulu skripsiku. Tiga bulan lagi aku pasti akan kerumahmu, melepas semua rindumu dan mengucap janji didepan kedua orang tuamu"
"Tiga bulan lagi? Sayang itu bukan waktu yang sebentar. Aku butuh kamu sekarang, aku rindu. Sangat rindu !!"
"Aku juga rindu sayang, tapi kamu juga harus ngerti dong dengan keadaan aku saat ini"
Ya itulah dirinya, memaksa aku harus mengerti keadaannya. Andai saja aku bisa lebih mengerti keadaannya. Tapi maaf sayang rindu ini sangat menyiksa hati.
Empat bulan yang lalu, tepat dihari ulang tahunku. Ia tiba tiba datang beriku kejutan. Saat hari kan berpindah ia datang. Aku tak bisa apa apa. Aku hanya bisa merasakan bahagia saat itu, dirinya ada dihadapanku. Ya dihadapanku. Tak pikir lama tubuhku sudah peluk erat tubuhnya. Aahh rasanya seperti magnet yang bertemu dengan kutubnya. Enggan aku melepaskannya. Ia ajakku berkeliling kota ini, habiskan malam ini hanya untuk aku. Saat matahari masih sibuk dibelahan bumi lain. Ia mengajakku menuju dingin disudut kota ini. Tak ada macet, tak ada kebisingan, hanya dingin, dirinya dan aku dan juga teh hangat yang ditemani jagung bakar ini. Berbincang ini dan itu dan juga tentang rindu ini. Ia selalu tahu caranya buatku bahagia. Ia bawaku ke tempat tertinggi kota ini, dan dia tunjukkan aku cahaya bumi ini. Perlahan kita saksikan. Takjub ku dibuatnya. Dan hangat ku dibuat oleh dirinya. Saat sang mentari merangkak naik, ia berlutut didepanku, tangan kanannya menengadah meminta tanganku. Ia berucap manis sekali saat itu "maukah kau menjadi makmum disetiap sujudku?".
Anggukan kepala ini spontan berikan ia jawaban. Aaah bahagia sekali aku saat itu. Sorakan ayah ibu kita buatku semakin kaget. Aahh ia selalu bisa buatku terkejut. Ia lingkarkan cincin indah itu dijemari tanganku. Bahagia aku, sungguh bahagia. Dan matahari pun berikan sinar terbaiknya untukku.

Dua hari ia berikan aku waktunya. Tapi sungguh, itu sangat sebentar sekali sayang. Ku tahu ia korbankan waktu belajarnya untukku, tapi sungguh sayang aku masih ingin kau berada disini.
Ia merengek paksa aku tuk antarkannya pergi. Tapi sungguh aku tak sanggup sayang. Baru kemarin dirinya buatku bahagia, dan kini ia buatku harus menangis melepas kepergiannya. Tak sanggup aku mengantarnya sampai pintu keberangkatan. Ku lepas kepergiannya dipinggir lobi ini. Ku peluk erat dirinya. Ku tahu ia pun tak ingin meninggalkanku tapi semua tugasnya sudah memanggilnya.
"Jangan cengeng, aku bakal pulang cepet ko. Kalau skripsiku beres aku pasti bakal cepet pulang, dan bawa kamu ke keliling dunia, seperti yang selalu kita impikan sayang"
"Janji ya kamu cepet pulang, aku pasti bakal rindu berat sama kamu"
Kecupan indahnya mendarat dikeningku, buatku tenang sekaligus semakin berat melepaskanya. Sekali lagi ku peluk dirinya dan sekali lagi aku menangisinya. Terdengar suara perempuan memberikan informasi bahwa pesawat yang akan ia tumpangi akan segera mengudara. Ia paksa lepaskan pelukan ini. Ia mulai berjalan bawa kopernya, dengan senyuman dan dengan berat hati ia melangkah tinggalkanku.
"Sayaaaanngg". Ku panggil dirinya tak jauh setelah dirinya melangkah. Ia pun menoleh
"Jangan nakal !!". Aku dan dirinya mengatakan hal yang sama, buat kita tertawa. Simbol oke pun kita berikan, tanda perjanjian.
Entahlah, aku pun tak tahu mengapa perpisahan kali ini terasa berat sekali. Buatku cengeng.

Hari demi hari kita lalui dengan rindu yang sangat menyiksa. Hanya suara, dan huruf yang rajin menyapa, wakilkan rindu hati ini. Sesekali ku bisa lihat wajahnya lewat skype. Dan aku semakin rindu. Dan puncaknya hari ini, tak bisa aku tahan lagi, aku benar benar rindu, rapuh tanpanya. Dan dia masih saja bisa paksa ku bersabar, meskipun aku tahu ia pun tak sanggup menjalaninya.
Kita bercerita, bicarakan hari ini yang dilalui oleh rindu didalamnya. Tawa, kesal warnai bincang kita.
"Kamu itu selalu buat aku nunggu deh"
"Tapi kamu sayang kan?"
"Kata siapa aku sayang sama kamu?"
"Aku tahu kamu sayang, meskipun kamu lagi bohong aku tahu kamu"
"Iya deh iya aku ngalah, aku sayang banget sama kamu, dan aku gamau kehilangan kamu, cepet pulang sayang"
Lama ku tunggu tak ada balasan darinya, bahkan tak ada simbol yang menunjukan bahwa pesanku ia baca. Mungkin ia sudah terlelap.
"Selamat tidur sayang"
Aku terlelap setelah kirimkan ucapanku, dengan ditemani rasa rindu tentunya. Baru saja beberapa jam aku terlepap. Suara telepon ku berbunyi keras sekali. Awalnya tak ku hiraukan, tapi semakin lama, semakin menjengkelkan. Ia terus berbunyi lagi dan lagi.  Terpaksa ku angkat telepon itu, dengan suara setengah sadar ku mulai bersuara.
"Halo?"
"Halo Rara, kamu lagi dimana?"
"Lagi dirumah, ini siapa?"
"Ini mamah sayang, mamahnya Kiki. Rara kamu sekarang harus ke Yogya ya sayang"
"Ke Yogya? Sekarang? Ada apa mah?"
"Udah pokonya sekarang kamu harus ke Yogya ya sayang mamah tunggu"
Tanpa pikir panjang ku bergegas menuju ke bandara. Pukul delapan pagi, ku injakkan kakiku ditanah Yogya ini. Ternyata ku sudah ditunggu oleh Ka Arif.
"Ada apa ya ka ko aku disuruh ke Yogya mendadak gini si?"
"Nanti juga kamu tahu sendiri"
" Terus sekarang kita mau kemana ka?
"Nanti juga kamu tahu sendiri"
Ku hanya mengangguk. Senang rasanya berada di kota ini. Karna ini berarti aku dan dirinya saat ini dekat, dan kita akan berjumpa, melepas rindu. Aku sengaja tak memberitahukannya jika aku sedang di Yogya. Aku ingin memberikan kejutan, sama seperti yang sering ia lakukan padaku.
Tersadar pada lamunanku, ternyata kita berbelok pada sebuah gerbang bertuliskan rumah sakit. Aku tenangkan diriku. Aku bertanya pada Ka Arif kenapa kita disini ia hanya diam. Semakin panik ku rasa. Masuki lorong, ku lihat para medis sudah sibuk melayani. Orang sakit, yang mengantar, para perawat, dokter berbaur menjadi satu, semakin buatku tegang. Terlebih aroma khas rumah sakit membuatku semakin mual. Tiba didepan pintu kamar bertuliskan 205. Jendela yang ada didepan pintu tak bisa bantuku melihat kedalam. Rasa tegang yang sedari tadi ada pun kini berpacu dengan rasa takut. Ka Arif bukakan pintu kamar, ia sudah lewati batas ruangan luar dengan ruangan kamar. Dan aku masih berada diluar ruangan kamar. Ka Arif paksaku tuk masuk.
Saat ku ayunkan kaki kananku, detak jantung ini semakin kencang memompa darah ini, buat detak jantungku semakin berirama keras. Ku terus ayunkan kakiku dengan takut hingga akhirnya tiba didepan tempat tidur beroda. Ya Tuhan. Seketika aku berurai air mata. Tak percaya dengan apa yang aku lihat saat itu. Ya Tuhan. Dibalut perban dan alat pernafasan ia tebaring kesatikan. Tak bisa aku berkata apa apa aku hanya bisa terdiam dan langsung memeluknya. Cucuran air mata tak tertahankan, semakin deras di setiap tetesannya.
"Malam dia itu mau pulang ke Bandung, mau ketemu kamu. Dia sudah diwisuda kemarin pagi. Dia sengaja ga ngasih kabar ke kamu tentang rencana dia pulang dan tentang wisudanya ini, dia pengen ngasih kejutan. Waktu dia mau ke bandara, taksi yang ditumpanginya ternyata ketabrak truk. Supir taksi meninggal ditempat. Alhamdulillah Kiki masih dikasih kesempatan untuk selamat, meskipun keadaan dia saat ini seperti ini. Maaf mamah nyuruh kamu kesini tiba tiba dan ga ngasih tahu dulu sebelumnya, mamah takut kamu ga bisa nerima ini semua"
Semakin kencang air mata ini berjatuhan. Sekali lagi kau buatku menangis sayang.

Setia ku berada disampingnya, menunggu dirinya yang sedang terlelap dalam dunia bawah sadarnya. Sudah dua hari ia tak sadarkan diri. Ku hanya bisa menangis sembari berharap Ia kan beri mukjizatnya. Ku bercerita tentang semuanya, tentang rindu, tentang kekhawatiranku meskipun tak ada respon tapi ku berharap ia kan mendengarnya.

Dihari ketiga ini, ia berikan tanda kehidupan. Akhirnya ia sadar dari komanya. Mukjizat-Nya mengalir padanya, kekasihku. Ia tersenyum padaku meski masih mengingat. Semua mengucap syukur, dan aku sangat bahagia. Harapku akan kesembuhannya semakin meningkat. Seperti biasa ku duduk disampingnya, bercerita ini dan itu, temaninya, kuatkannya. Beberapa waktu setelah masa itu, ia beranjak pulih. Dan aku masih disini untukmu sayang.
"Sayang, apa kau mencintaiku?"
"Aku sangat mencintaimu sayang, kamu cepet sembuh ya sayang, aku pingin meluk kamu erat sekali"
"Aku juga sangat mencintaimu sayang. Sayang aku ingin bertanya padamu"
Ia mendadak serius. Aku ingat ketika dirinya pertama kali berbicara serius padaku. Ketika itu ia memintaku tuk jadikan aku sebagai bagian dari hidupnya.
"Ada apa sayang? Serius banget deh. Jangan serius serius ah kan kamu masih sakit sayang"
Ia hanya tersenyum. Dan tangannya mendadak semakin erat genggam tanganku, seolah ia tak ingin lepaskanku.
"Aku sayang banget sama kamu sayang. Sayang banget. Dan aku harap kamu bisa merasakannya. Sayang bagaimana jika aku tak bisa tepati janjiku padamu? Bagaimana jika aku tak bisa bawamu ke tempat impianmu? Bagaimana jika aku tak bisa mengucap janji didepan orang tuamu?"
Tak kuasa aku mendengar ucapannya. Aku hanya bisa menangis mendengar itu semua. Kini giliranku yang semakin erat menggenggam tangannya. Ku coba keluarkan suara ini meski dengan iringan tangis.
"Kamu ngomong apa si sayang. Kamu mau ingkar janji sama aku? Kamu udah ga sayang lagi sama aku? Kamu tahu kan aku sayang banget sama kamu, dan aku gamau kamu pergi dari aku"
"Maaf sayang aku ga bermaksud untuk ingkari semua janji aku. Tapi aku hanya takut tak bisa menjadi seperti apa yang kau mau. Aku takut tak bisa wujudkan semua impian kamu. Impian kita"
"Sayang aku percaya kamu bakal sembuh dan kamu bakal tepatin semua janji kamu dan kita akan wujudin semua impian kita. Sayang kamu janjikan kamu bakal sembuh?"
"Sayang, aku akan mencintaimu selama aku bisa, aku akan selalu ada disampingmu, menjagamu, memelukmu. Sayang, kamu percaya kan sama cinta sejati. Aku selalu berharap cinta yang kita punya ini adalah cinta sejati. Meskipun aku dan dirimu terpisah ruang dan waktu tapi cinta kita kan selalu ada, tetap tumbuh dihati kita. Meskipun aku tak bisa lagi memelukmu dan menjagamu lewat raga ini, tapi aku kan menjagamu lewat cinta ini. Sayang, aku kan selalu berdoa tuk jadikanmu bidadariku dalam surga-Nya kelak. Sayang, aku, kamu dan semua yang kita miliki hanyalah titipan dan semua itu adalah milik-Nya. Sayang aku minta maaf jika aku tak akan pernah bisa menepati semua janjiku. Tapi aku selalu berdoa agar Tuhan mau memberikan aku waktu sedikit lagi untuk bisa membuatmu tersenyum kembali. Mau kah kau memaafkanku?"
Suara tangisku semakin kencang.
"Rara yang aku kenal adalah wanita tangguh dengan segala tingkah konyolnya, pemaaf, dan selalu ceria. Dan aku selalu jatuh hati setiap kali kamu jutek, cuek. Karna aku tahu kamu punya kasih yang tulus, dan sifat pemaaf"
Aku beranikan diri melihat matanya yang sedari tadi mengeluarkan tangisannya
"Sayang, aku sangat menyayangimu. Semua yang ada pada dirimu aku menyukainya. Kau yang selalu buat aku tertawa, menangis, kesal, menunggu. Dan kau yang selalu ajarkan aku mengerti, mendengar, memaafkan. Sayang aku hanya manusia biasa yang ingin semua harapnya bisa terwujud. Terlebih jika yang mewujudkannya itu adalah orang yang paling aku sayangi. Aku tahu Tuhan selalu punya cara agar makhluknya mengerti dan memaafkan. Aku percaya bahwa Tuhan selalu punyai "waktu" agar makhluknya bisa mewujudkan impiannya. Sayang aku belajar tuk bisa memaafkanmu jika kau sudah menyerah tuk menepati semua janjimu. Karna aku percaya, kau selalu tahu kapan kau harus melangkah dan kapan kau harus tinggal. Sayang kau adalah segalanya bagiku. Jika kau meminta aku kan menepatinya. Karna aku tahu Tuhan ciptakan kau hanya untukku, dan aku percaya Tuhan kan berikan alasannya jika Ia ingin memilikimu kembali"
"Aku selalu tahu kau selalu punya alasan tuk menerima. Aku menyangimu Ra"
Tak tahan lagi, aku pelukmu erat, lepaskan semua sakit ini. Ya Tuhan, aku menyayanginya. Tak berapa lama, Tuhan berikan jalan padanya untuk bahagia.
Tangisku pecah dalam ruangan. Keras, semakin keras. Ku peluk tubuhnya yang hangat yang perlahan menjadi dingin. Kaku. Ia tidur tenang seolah semua sudah ia ketahui. Dan aku, hanya bisa menangis. Meratapi kepergiannya. Ya Tuhan apa aku bisa lewati ini semua.

Setelah rangkaian pengurusan jenazah selesai. Ini adalah waktu yang aku takuti. Mengantarkannya menuju peristirahatan terakhir, yang dingin dan gelap. Iring iringan jenazah keras menyebut kalimat tahlil. Ya Tuhan kuatkan aku.
Memasuki taman pemakaman. Berjejer "ruang tidur". Dan ia akan tidur dan menjadi penghuni tempat ini.
Tubuhnya mulai diangkat menuju tempat yang sebenarnya. Perlahan tanah mulai mengubur tubuhnya. Semakin lama semakin menggunung tanah itu selimuti tubuhnya. Doa sebagai penutup menghantarkannya menuju dekapan-Nya.
Didepan nisannya lagi lagi ku menangis, menatapnya. Kini tak ada lagi dirinya yang akan memelukku, beri ku kejutan, beri ku kecupan manis dikeningku. Tak ada lagi yang membuatku menangis, membuatku kesal, membuatku tersenyum. Tak ada lagi yang akan membuatku menunggu, mengajarkanku tuk mengerti. Memaksaku tuk bersabar. Tapi ia akan selalu membuatku merindu. Selalu.

Sekarang aku mengerti mengapa malam itu aku sangat merindukanmu dan menginginkanmu tuk ada disampingku, sekarang aku mengerti sayang. Sayang maafkan aku yang tak pernah bisa mengertimu, aku harap kau kan selalu mengerti akan rindu ini sayang. Kasihku, rinduku, selalu dalam doa yang kuhantarkan untukmu dan semoga aku akan tetap menjadi bagian dari hidupmu yang kekal kelak. Selamat beristirahat sayang, rinduku akan membawaku dalam doa untukmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar