Sabtu, 21 Februari 2015

Dia (bukan) Untukku

Helaan nafas panjang ini mengawali malam. Diluar sedang turun hujan. Aroma air dengan suhu dinginnya masuk lewat celah jendela. Aku yang sedari tadi mendengarkan rintikan air yang seolah saling saut-menyaut. Dalam setiap bunyi rintikan, memoriku semakin menggali ingatan itu. Entah berapa dalam kisah itu ku kubur. Tapi sayang, hujan malam ini tlah lancang menggali kisah yang seharusnya tlah dalam terkubur.

"Sedang apa kau disini?"
"Hah, sejak kapan kau disini?"

Hari itu jam telah tunjukan angka 16.15. Dihari yang istimewa yang seharusnya ku berdoa mengisi setiap ucapku dengan kalimat terbaik untukku, dan dia. Tapi sayang, ku tak terlalu melihat kenyataannya. Hanya beberapa jam setelah ia berikanku kejutan, dan beberapa jam sebelum ku berikan ia kejutan. Tapi ternyata waktu tlah hadiahkan ku kejutan. Di sebuah tempat yang menjadi tempat favorit kita berdua. Tumpukan ilmu yang disatukan dalam lembaran kertas tersusun rapih dalam lemari kayu khas menjadi hiasan indah. Disini biasanya aku dan dia habiskan waktu bersama. Jika film dan makanan tak lagi dapat menghibur. Kita singgah disini tuk hiburkan diri lewat kata. Aku slalu ingat, ia slalu langsung pergi ke lorong tumpukan komik-komik. Buku bergambar manga itu slalu bisa menghipnotisnya tuk serius dan tertawa. Dan aku hanya bisa melihatnya asyik tanpa mau mengganggunya.

"Kamu lagi ngapain disini? Dan ngapain juga kamu sama dia? Pake acara pegangan tangan segala lagi?"
"Kamu sama siapa kesini?"
"Kamu lagi ngapain disini? Lagi ngapain kamu sama dia?"
"A..aku disini lagi nungguin temen, aku mau ngasih kejutan untuk kamu"
"Oh lagi nungguin temen ya? Emang janjian jam berapa? Masa udah dua jam nungguin ga datang-datang juga temennya. Tadi bilang mau ngasih kejutan ya? Makasih banyak loh kejutannya luar biasa banget"

Aku pergi dengan kecurigaanku yang terbukti benar. Tapi sayang, hati ini mengelak tuk benarkan kenyataan yang ada. Empat bulan sebelum hari ini, ku kira kesalahan dalam kata itu tak disengaja, bahkan aku berfikir itu hanya keisengan belaka.
"Kamu udah makan belum Fir?
"Fir? Siapa itu fir?"
"Eh maaf sayang aku salah ketik, maksudnya Gir, Gira. Maaf sayang huruf 'f' sama 'g' nya deketan si jadi aku salah mencet deh, maaf ya sayang"
"Oh dikirain kamu lagi sms-an sama yang lain"
"Engga dong sayang kan cuma kamu doang yang ada disetiap hari dan di hati aku"

Tapi apa mungkin kesalahan dalam pengetikan bisa terjadi lebih dari satu kali. Meskipun iya posisi huruf 'f' dan 'g' dalam keypad qwerty berdekatan, seharusnya itu tak bisa dijadikan alasan setiap waktu ia salah dalam menyebutkan nama dalam sms bukan? Dan jika memang aku yang menjadi satu-satunya wanita yang ada disetiap hari dan hatinya, mana mungkin bisa ia salah menyebutkan nama?

Kecurigaanku ku pendam hanya untuk menghindari konflik. Bukan ku takut berdebat dengannya, tapi aku hanya ingin memberikannya kesempatan untuk ia bisa jujur pada ku. Tapi sayang, ia tak pernah mengerti. Atau ia hanya pura-pura tak mengerti akan kebaikanku?

"Aku juga sayang kamu Fir"
"Ardi kamu lagi ngapain disini? Ngapain juga kamu sama Fira berduaan?"
"Eh sayang sejak kapan kamu disini?"
"Aku baru datang ko. Dari tadi aku teleponin kamu, tapi ga diangkat mulu, yaudah aku jalan sendiri kesini"
"Oh iya maaf ya sayang handphone aku ketinggalan di mobil"
"Oh ketinggalan ya? Terus itu handphone siapa?"
"Emm... itu, itu.."
"Kamu lagi ngapain disini Fir?"
"Aku disini lagi nungguin temen bareng Ardi, yaudah aku pergi dulu ya"
"Oh oke"

Dan aku melihat matanya mengantarkannya pergi. Mungkin itu bentuk perhatian seorang teman. Atau ada alasan lain mungkin. Entahlah, tapi yang aku tahu, ia membohongiku, lagi. Dan aku hanya bisa mengangguk kecewa, tapi bodohnya aku pendam.

Ia berteman denganku sudah cukup lama. Sebelum ku mengenal Ardi, aku sudah mengenalnya. Tapi sayang, aku tak mengenal hatinya dengan baik. Setiap saat aku ingin mengeluarkan cerita tentangnya, aku pasti bercerita pada Fira. Ia slalu antusias ketika ku menyebutkan namanya. Seperti ada magnet, ia slalu tunjukan ketertarikannya pada apapun tentang Ardi, terutama yang keluar dari mulutku. Dari awal ku menatap matanya hingga akhirnya ku bisa menyentuh hatinya, Fira tahu. Dan bodohnya aku mempercayai ia begitu saja.

Aku pergi meninggalkan mereka berdua. Kecewa. Sudah tentu ku kecewa. Tak percaya, sungguh sulit untuk mempercayai semua yang ku lihat.
"Bodoh !! Kenapa aku bisa sebodoh ini. Sekarang sudah jelas kecurigaanku slama ini. Dan kenapa juga aku harus bertahan slama ini. Kenapa aaahhh !!!"
Sepanjang jalan ku hanya mendumel. Buang kekesalan di taman ini, tak terlalu buruklah aku bisa mengeluarkan rasa kecewa ku dengan ditemani air mata tak percaya ini, meskipun hanya pohon dan rerumputan yang menjadi saksi. Perih, lebih dari dua jam aku melihat sesuatu yang seharusnya aku tak lihat, atau mungkin aku seharusnya melihat ini sejak lama. Entahlah aku hanya bisa menangis kecewa.

Sedang ku nikmati rasa kecewa ini, handphoneku berdering, namanya muncul dalam layar, ku diamkan. Lagi, hingga pesannya pun masuk, tapi tak ku hiraukan. Dan lagi, handphoneku berdering kembali. Hasrat inginku jawab panggilannya, tapi masih ku marah padanya. Tapi akhirnya ku terima pula panggilannya.
"Sayang maafin aku, kamu salah paham sayang. Kamu lagi dimana? Aku perlu jelasin ini semua"
"Aku pingin kita ketemu sekarang di taman"
"Oke, tapi kamu ga marah kan sayang?"
"Ada lagi yang perlu dibicarain?"
"Sayang maafin aku, kamu salah paham sayang"
"Kamu udah ngerti kan, aku pingin kita ketemu sekarang"
"Oke oke aku kesana sekarang, tapi kamu ga..."
Tak kuasa ku mendengar suaranya. Rengekan itu buatku hampir luluh. Tapi aku tlah terlampau sakit. Aku harap ia tak tahu bahwa aku tlah pura pura tegar.

Masih ku nikmati kecewa ini, handphone ku kembali berdering. Fira. Nama itu muncul di layar handphone ku. Aaahh semakin membuat emosiku tak terkendali. Ku biarkan bunyi itu. Lagi, sebuah pesan mendarat di nomorku.
"Jawab panggilan gue, lo tu udah salah paham Gir"

Salah paham? Ya salah paham !!
Emosiku masih belum stabil. Tapi handphoneku sudah kembali berdering. Lagi, Fira. Iba. Ku jawab panggilannya.
"Gue minta maaf sama lo. Tapi lo udah salah paham, Gir"
"Temui gue di taman sekarang"
"Gir, lo itu udah salah paham. Lo ngerti dong, jangan kaya anak kecil gini"
"Lo denger kan, temui gue sekarang di taman"
"Oke gue bakal temui lo"

Ha, salah paham. Lagi. Sepertinya setiap orang mudah sekali mengatakan 'salah paham'. Entahlah, mungkin iya aku salah paham. Lantas bukti salah penyebutan nama yang terjadi, kejadian di kafe itu, apa itu hanya kebetulan belaka? Apa itu yang dikatakan 'salah paham' ?

Entahlah apa aku kuat menghadapi detik selanjutnya, apa aku harus bertahan dengan kebodohan nyata ini.
"Sayang maafin aku, kamu itu salah paham sayang. Aku sama Fira gada apa apa ko. Kita itu hanya berteman sayang. Cuma kamu yang aku sayang"
"Oh"
"Sayang kamu masih marah ya? Udahan dong sayang marahnya. Masa kamu tega si ngehukum aku kaya gini?
"Terus?"
"Aku tu sayang sama "
"Hey, kayanya aku datang diwaktu yang ga tepat ya? Yaudah aku pergi dulu aja deh"
"Oh kamu datang diwaktu yang sangat tepat ko Fir. Tadi kamu bilang apa Di, kamu sayang sama siapa?"
"Mmm aku sayang sama kamu Gir"
Dan matanya pun bergetar.
"Sayang sama siapa?"
"Sama kamu Gira"
"Yakin Gira? Bukan Fira?"
"Fir gimana tu jawabannya?"
"Maksud lo tu apa si? Jelas-jelas Ardi bilang sayangnya sama lo, bukan sama gue"
"Haha kalian tu emang aktor terbaik deh. Mau sampai kapan si lo berdua tu munafik? Kalian berdua terus aja nyembunyiin ini dari gue. Mau sampai kapan ha?"
"Yang kamu itu salah paham. Kita itu cuma"
"Cuma apa? Cuma saling sayang? Di lo anggap gue ini apa ha selama ini? Jangan lo pikir karna gue diem gue ga tahu apa apa. Gue tahu apa yang kalian lakuin di belakang gue. Gue sengaja diem karna gue pengen lo tu sadar, tapi begonya, lo malah makin jadi"
"Gir ini tu ga kaya yang lo fikir"
"Ga kaya yang gue fikir? Oke sekarang lo jelasin apa arti tatapan lo slama ini ke Ardi? Dan kenapa lo slalu ngilang setiap Ardi pun ilang? Dan waktu kejadian di kafe tempo hari itu, lo bilang lo lagi nungguin temen, tapi kenapa lo malah nungguin bareng Ardi? Selama tiga jam pula pake adegan pegangan tangan segala. Dan tadi, maksud lo itu apa ha?. Dan kenapa setiap gue minjem hp lo slalu dilarang? Karna lo punya foto berdua sama Ardi kan? Dan lo slalu ga kelewat untuk kontakan sama dia, iya kan?"
"Sekarang gue mau lo milih, gue atau Fira?. Tapi lebih baik lo pilih Fira aja deh, karna gue udah enek liat kelakuan lo"
"Gir lo tu salah paham. Gue sama Fira tu gada apa apa"
"Diem lo !! Berani juga lo ngeles setelah semua bukti terungkap. Lo pikir lo tu siapa ha? Lo itu udah mainin hati gue. Lo mikir dong !! Gue mau kita putus !!"
"Tapi Gir.."

Tak kudengarkan lagi semua omong kosong mereka, ku pergi. Kecewa tapi ku puas semua yang ada dalam amarah ini bisa terucap. Meskipun ku harus menerima semua konsekuensinya, tapi aku bersyukur aku bisa lepas dari semua kebohongan mereka.

Enam bulan semenjak kejadian itu, aku tak pernah berhubungan lagi dengan mereka berdua. Meskipun mereka sering menyapaku lewat dunia elektronik maupun ketika berpapasan. Aku terpaksa melakukan ini, bukan karna aku masih merasa sakit tapi aku hanya ingin menghargai mereka dengan tidak mengganggu hidup mereka lagi. Tapi sore itu ketika aku pulang dari kantor, ku temui undangan di bawah celah pintu depan rumah. Ku lihat undangan itu bertuliskan Ardi & Fira. Tertawa ku melihatnya. Akhirnya Tuhan menjawab pertanyaanku, mengapa aku harus merelakan mereka.

Ternyata kasihku untuknya kecil dibandingnkan kasih yang Tuhan berikan untukku. Bersyukur. Kalau saja aku pertahankan hubunganku dengan dia, mungkin aku akan semakin terluka. Dan dia akan semakin menumpuk dosa karna dia harus slalu berbohong. Terimakasih Tuhan, Engkau telah tunjukan orang yang tak pantas untuk ku cintai. Meskipun terkadang aku menyesal telah mengenalnya bahkan telah mencintainya, tapi aku bersyukur karna dia telah tunjukan kepadaku bahwa ia tak pantas untuk mendapatkan semua kasih tulus ini. Bukankah aku harus mendapatkan orang yang salah dulu sebelum mendapatkan orang yang benar. Ya setidaknya semua yang aku berikan tulus meskipun harus terbalaskan oleh rasa sakit. Semoga kalian bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar